Aku adalah anak yang terlahir dari kerjasama yang baik dari
kedua orang tuaku. Meski gagal menjadi anak tunggal, karena setelah 13 tahun
merasakan kasih sayangnya, adikku yang lucu lahir. Namun kasih sayang yang
diberikan oleh orang tua tidak berkurang sama sekali. Kasih sayang mereka bisa dikatakan
bukan satu yang dibagi menjadi dua, tapi satu yang ada dua.
Pembahasan kali ini yaitu tentang pendidikan keluarga, aku
tidak akan membawa para tokoh-tokoh pendidikan yang akhirnya menghegemoni
pikiranku itu. Hanya akan bercerita tentang keluargaku, semoga kalian tidak ngiri membacanya.
Bapakku yang punya nama banyak sekali, di KTP namanya Aryo Arif Munandar, akta lahirku Aryo
Paimun, akta lahir adikku Aryo Munandar, tak pedulilah namamu siapa, yang pasti
tetep keren. Bapakku bukanlah seorang ilmuwan hebat yang bisa disejajarkan
dengan ilmuwan lain seperti Abahnya Aam. Bapakku adalah seorang wiraswasta yang
kesehariannya bekerja keras demi kebahagiaan keluarganya. Nasehat-nasehat yang
dia katakan pun sebagaimana nasehat seorang ayah kepada anaknya.
Bahkan bapak jarang sekali secara sengaja duduk bersama
kemudian memeberikan nasehat dengan perkataan-perkatannya. Ya, bapakku adalah
orang yang pendiam (waktu tidur),hehe iya, serius bapakku pendiam jarang berkata
bila tidak penting. Dia memberikan pendidikan kepada anaknya dengan cara
memberi contoh, tanpa harus berkata panjang lebar. Dari sikapnya aku mulai
memahami bagaimana bapak memberikan pendidikan kepada anaknya.
Namun bagaimanapun bapak adalah seorang bapak yang penuh
dengan kasih sayang kepada keluarganya.bahkan terkadang jika aku melakukan
kesalahan,mae (sapaanku pada ibu) selalu marah dan bicara panjang lebar sedang
bapakku hanya diam dan tidak berkomentar seolah mengiyakan perkataan mae. Tapi sekali
bapak bicara itu rasanya jlebb ,
kalau bapak sudah angkat bicara itu artinya aku sudah melakukan hal yang
sangat, sangat salah. Begitulah metode bapakku mendidik anaknya.
Berbeda dengan ibuku yang biasa ku panggil mae, namanya
cukup singkat yaitu Khamidah. Bertolak belakang dengan bapakku, ibuku lebih
sering berbicara dan mendiskusikan permasalahan-permasalahn yang sering
terjadi.
Masaalah pendidikan ibuku adalah orang yang sangat
memeperhatikan pendidikan bagi anaknya, bahkan aku dan adikku disekolahkan di
madrasah yang lumayan jauh dari rumah dan mengantar jemput setiap hari demi
bisa bersekolah di madrasah ibtidaiyah, bukan sekolah dasar umum.
Ibuku yang sering membantu mengerjakan PR dan mengingatkan untuk
belajar. Dan selalu menanyakan setiap aku pulang sekolah “mau diwulang apa nang
sekolahan?” (tadi diberi pelajaran apa di sekolah?) dan dengan semangat aku
menceritakan pengalamanku di sekolah. Itu dilakukan pula kepada adikku saat ini
yang masih duduk di kelas 1 MI.
Orang tuaku sadar akan keterbatasan pengetahuan dan waktunya
untuk mengajarkan pendidikan kepada anak-anaknya, sehingga mereka memfasilitasi
pendidikan semaksimal mungkin dengan memasukkanku ke madrasah ibtidaiyah, kemudian
menitipkanku pada Kiai di desa untuk diajari agama.
Dan satu lagi yang sangat berjasa mendidikku dalam keluarga
adalah simbahku, meski usianya sudah
tidak muda, tetapi semangat untuk mengajarkan kebaikan pada cucunya tak pernah
luntur.
Berbeda metode dengan bapak dan ibuku, kedua simbahku
mengajarkanku tentang nilai-nilai kehidupan dengan lagu-lagu yang dinyanyikan. Simbahku
yang cowok pandai alat musik dan dia mantan vokalis keroncong lhoh,hehe
suaranya merdu dan bahkan sampai saat ini beliau masih bertugas sebagai qori’
menjelang adzan maghrib berkumandang di masjid.
Kalau simbahku yang
cewek suka mengajariku dengan cara hafalan-hafalan. Mulai dari menghafalkan
surat-surat pendek, doa sehari-hari, lagu-lagu, perhitungan dan lain-lain. Bahkan
pernah mengajarkan aku ayat kursi ketika
aku masih berumur 4 tahun dan mampu menghafalnya. Ya, itu karena aku dulu
penakut, maka katanya simbah kalau sedang ketakutan disuruh membaca ayat kursi
agar setannya terbakar,hmmmm.
Aku mengamati bagaimana cara anggota keluargaku memberikan
pelajaran dengan cara yang berbeda-beda. Maka, aku sekarang mempunyai
tanggungan juga untuk menjadi contoh bagi adikku, mengingatkannya ketika
melakukan kesalahan, mengajarinya dengan hal-hal yang menyenangkan, dan
membimbingnya untuk kebaikan. Karena bagiku, adikku (Amyra Sunni Az-Zahra)
adalah kesempurnaan kebahagiaan keluarga kami setelah bertahun-tahun kami
tunggu kedatangannya.
tulisan Writting Challange 4,
semoga keluarga kita menjadi keluarga yang bahagia dan terbebas dari api neraka, amin
0 komentar:
Posting Komentar