Senin, 04 Januari 2016

Keluargaku, Madrasahku


Aku adalah anak yang terlahir dari kerjasama yang baik dari kedua orang tuaku. Meski gagal menjadi anak tunggal, karena setelah 13 tahun merasakan kasih sayangnya, adikku yang lucu lahir. Namun kasih sayang yang diberikan oleh orang tua tidak berkurang sama sekali. Kasih sayang mereka bisa dikatakan bukan satu yang dibagi menjadi dua, tapi satu yang ada dua.

Pembahasan kali ini yaitu tentang pendidikan keluarga, aku tidak akan membawa para tokoh-tokoh pendidikan yang akhirnya menghegemoni pikiranku itu. Hanya akan bercerita tentang keluargaku, semoga kalian tidak ngiri membacanya.

Bapakku yang punya nama banyak sekali, di KTP  namanya Aryo Arif Munandar, akta lahirku Aryo Paimun, akta lahir adikku Aryo Munandar, tak pedulilah namamu siapa, yang pasti tetep keren. Bapakku bukanlah seorang ilmuwan hebat yang bisa disejajarkan dengan ilmuwan lain seperti Abahnya Aam. Bapakku adalah seorang wiraswasta yang kesehariannya bekerja keras demi kebahagiaan keluarganya. Nasehat-nasehat yang dia katakan pun sebagaimana nasehat seorang ayah kepada anaknya.

Bahkan bapak jarang sekali secara sengaja duduk bersama kemudian memeberikan nasehat dengan perkataan-perkatannya. Ya, bapakku adalah orang yang pendiam (waktu tidur),hehe iya, serius bapakku pendiam jarang berkata bila tidak penting. Dia memberikan pendidikan kepada anaknya dengan cara memberi contoh, tanpa harus berkata panjang lebar. Dari sikapnya aku mulai memahami bagaimana bapak memberikan pendidikan kepada anaknya.  

Namun bagaimanapun bapak adalah seorang bapak yang penuh dengan kasih sayang kepada keluarganya.bahkan terkadang jika aku melakukan kesalahan,mae (sapaanku pada ibu) selalu marah dan bicara panjang lebar sedang bapakku hanya diam dan tidak berkomentar seolah mengiyakan perkataan mae. Tapi sekali bapak bicara itu rasanya jlebb , kalau bapak sudah angkat bicara itu artinya aku sudah melakukan hal yang sangat, sangat salah. Begitulah metode bapakku mendidik anaknya.

Berbeda dengan ibuku yang biasa ku panggil mae, namanya cukup singkat yaitu Khamidah. Bertolak belakang dengan bapakku, ibuku lebih sering berbicara dan mendiskusikan permasalahan-permasalahn yang sering terjadi.
Masaalah pendidikan ibuku adalah orang yang sangat memeperhatikan pendidikan bagi anaknya, bahkan aku dan adikku disekolahkan di madrasah yang lumayan jauh dari rumah dan mengantar jemput setiap hari demi bisa bersekolah di madrasah ibtidaiyah, bukan sekolah dasar umum.

Ibuku yang sering membantu mengerjakan PR dan mengingatkan untuk belajar. Dan selalu menanyakan setiap aku pulang sekolah “mau diwulang apa nang sekolahan?” (tadi diberi pelajaran apa di sekolah?) dan dengan semangat aku menceritakan pengalamanku di sekolah. Itu dilakukan pula kepada adikku saat ini yang masih duduk di kelas 1 MI.

Orang tuaku sadar akan keterbatasan pengetahuan dan waktunya untuk mengajarkan pendidikan kepada anak-anaknya, sehingga mereka memfasilitasi pendidikan semaksimal mungkin dengan memasukkanku ke madrasah ibtidaiyah, kemudian menitipkanku pada Kiai di desa untuk diajari agama.

Dan satu lagi yang sangat berjasa mendidikku dalam keluarga adalah simbahku, meski usianya  sudah tidak muda, tetapi semangat untuk mengajarkan kebaikan pada cucunya tak pernah luntur.

Berbeda metode dengan bapak dan ibuku, kedua simbahku mengajarkanku tentang nilai-nilai kehidupan dengan lagu-lagu yang dinyanyikan. Simbahku yang cowok pandai alat musik dan dia mantan vokalis keroncong lhoh,hehe suaranya merdu dan bahkan sampai saat ini beliau masih bertugas sebagai qori’ menjelang adzan maghrib berkumandang di masjid.

Kalau  simbahku yang cewek suka mengajariku dengan cara hafalan-hafalan. Mulai dari menghafalkan surat-surat pendek, doa sehari-hari, lagu-lagu, perhitungan dan lain-lain. Bahkan  pernah mengajarkan aku ayat kursi ketika aku masih berumur 4 tahun dan mampu menghafalnya. Ya, itu karena aku dulu penakut, maka katanya simbah kalau sedang ketakutan disuruh membaca ayat kursi agar setannya terbakar,hmmmm.

Aku mengamati bagaimana cara anggota keluargaku memberikan pelajaran dengan cara yang berbeda-beda. Maka, aku sekarang mempunyai tanggungan juga untuk menjadi contoh bagi adikku, mengingatkannya ketika melakukan kesalahan, mengajarinya dengan hal-hal yang menyenangkan, dan membimbingnya untuk kebaikan. Karena bagiku, adikku (Amyra Sunni Az-Zahra) adalah kesempurnaan kebahagiaan keluarga kami setelah bertahun-tahun kami tunggu kedatangannya.

tulisan Writting Challange 4, 
semoga keluarga kita menjadi keluarga yang bahagia dan terbebas dari api neraka, amin

0 komentar:

Posting Komentar