Sabtu, 24 Mei 2014

Artikel



Memusnahkan pemerkosaan pendidikan

Oleh: Agita Sunni Hidayah
Ketika membincang masalah “Pendidikan Kritis” maka yang harus diketahui adalah hakikat dari pendidikan dan teori kritis. Pendidikan merupakan wujud proses transfer ilmu dan nilai dari pendidik kepada peserta didik. Melalui pendidikan seseorang dapat termotivasi untuk lebih baik disegala aspek kehidupan. Sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk menciptakan seorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas untuk mencapai suatu cita-cita. Sedangkan teori kritis adalah menghilangkan segala bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik, ekonomi, pendidikan yang cenderung tidak kondusif  bagi pencapaian keadilan, kebebasan dan persamaan.
Pendidikan kritis mencoba mengubah paradigma tentang proses pendidikan. Selama ini seorang guru menjadi pelaku utama dalam proses pendidikan. Sedangkan murid hanya menerima apa yang disampaikan kepada guru dan membenarkan semua yang dikatakan oleh guru. Pendidikan kritis menginginkan proses pendidikan bukan hanya satu arah saja, namun antara pendidikan dan peserta didik ada timbal balik dan saling memberi pengetahuan atau bertukar pikiran. Seperti yang diinginkan dari Kurikulum 2013 selain pendidikan itu berbasis IT juga salah satunya adalah pendidikan yang aktif, berarti peserta didik juga dituntut untuk aktif dan mencari sumber informasi lain selain guru. Sehingga antara guru dan peserta didik terjadi timbal balik.
Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 BAB 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terncana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi terlihat jelas bahwa peserta didik dengan bebas mengembangkan potensi dirinya dan guru bukanlah satu-satunya kebenaran mutlak. Namun ketika dihadapkan pada kenyataannya bahwa pendidikan kritis masih belum disadari baik oleh pendidik maupun peserta didik. Seperti halnya sekarang ini, pendidikan seperti mencetak robot-robot organik, apa yang diberikan itulah kebenaran. Padahal sejatinya pendidikan itu proses untuk memanusiakan manusia, bukan berarti seorang yang  bersekolah itu cerdas karena sekolah itu hanya institusi dari pendidikan.
Sudah saatnya sistem pendidikan Indonesia ini diubah, pendidikan itu bukan sebuah penindasan dan pemerkosaan kebenaran, namun pendidikan itu proses mencari kebenaran. Dan pendidik bukanlah kebenaran mutlak dalam pendidikan. Karena sejatinya setiap orang berhak akan kebenaran yang hakiki.

0 komentar:

Posting Komentar